Tumbuhkan bakatmu!


Lahirnya para Mujonta Champions

Paruh I

Kaliurang, 19/01/2023

Agak sulit untuk berempati dan menjelaskan perasaan yang dialami saat melepas anak-anak berangkat camping, selain menjadi orang tua / wali mereka. Memang jarak dari sekolah hingga Ledok Sambi, Kaliurang, tidak lebih dari 30 km. Namun, mempercayakan pada orang lain untuk kegiatan yang menggembleng karakter mereka lebih dari 1x24 jam membutuhkan keberanian yang lebih dari biasa. Maka berangkatlah 53 anak pada hari kamis pagi 19/01/2023, bersama seluruh panitia dengan dua kendaraan besar BRIMOB.

 

Setengah dari isi tas yang sangat berat untuk ukuran kecilnya tubuh mereka telah dibantu disiapkan orang tuanya setelah hampir begadang. Sebagian dari peserta merasa perlu membawa seluruh barang-barangnya ke dalam satu buah koper -seperti bertamasya ke luar pulau saja. Separuh sisanya bahkan harus menenteng mading yang bertemakan pendidikan di negara-negara maju. Mereka akan mempresentasikan mading styrofoam itu pada suasana outdoor. Mereka juga akan mempresentasikan diri mereka di seluruh rangkaian acara selama dua hari lamanya.

 

Mereka sangat bersukacita saat berada di dalam kendaraan. Bisa jadi baru saat momen itulah mereka dapat bepergian secara bersamaan sekelas. Seraya para guru mengajak bicara anak yang duduk di sebelahnya serta sedikit-sedikit melucu, perjalanan yang agak macet pun tidak begitu terasa. “Akhirnya kita bisa liburan, yo Ust!” kata salah seorang anak pada Ustadz Wahyu. Sang ustadz juga dengan lugas mengarahkan pandangan para murid ke sebelah kanan dan kiri sekaligus memberi tahu nama-nama tempat. Dari mulai ring road yang menggambarkan jalan yang berbentuk cincin, kampus-kampus tempat mahasiswa belajar, hingga batas kota Yogyakarta dan kabupaten, semuanya disebutkan selama perjalanan. “Jadwal” anak-anak untuk sibuk mengobrol dan tidur terjadi secara berganti-gantian.

 

Ketika ditawari oleh sang ustadz untuk langsung latihan baris berbaris jika telah sampai di lokasi, beberapa dari mereka merengek karena enggan. Ya, Pelatihan Baris Berbaris (PBB) selama berhari-hari di lapangan olahraga sekolah dari tanggal 2 hingga 18 Januari sempat dilaksanakan. PBB yang termasuk rangkaian dari MLC ini dibimbing oleh Pak Djoko dari Polresta Yogyakarta. Walaupun di bawah teriknya sinar matahari, bagi Djoko, peserta MLC 2023 sering mendapat acungan jempol karena kesigapan koordinasi gerakan mereka -terutama para putri. Sebagian putra masih sering menggerakkan tangannya seperti “angin ribut” saat berlatih. Namun diatas pengalaman tersebut, secara tak sadar, tingkat ke-sigapan mereka ikut terbawa ke Kaliurang.

Sesampainya di “Ledok Sambi”, ujian pertama mereka pun dimulai. Sebanyak lebih dari 20 anak tangga harus dilewati untuk mencapai lokasi aula yang rendah. Mungkin bagi anak-anak yang tak membawa banyak barang, ini pekerjaan mudah. Kenyataannya, memang tak ada anak yang membawa sedikit barang. Hampir semua membawa tas yang berat dengan snack yang berlebih, dimana juga sebagian dari mereka mesti menjinjing alat-alat kebersihan bahkan ember. Melihat langkah pelan mereka selama menuruni tangga sungguh melelahkan. Untungnya pemandangan hijau area camp sudah dapat dilihat. Terlebih lagi, peserta juga saling membantu mengangkat barang -kendatipun panitia mesti turun tangan.

 

Selagi para panitia terus menerus menurunkan perlengkapan camping, Pak Chandra dan dan tim sudah siap untuk memberikan materinya tentang rambu-rambu lalu lintas. Sekalipun tidak dilakukan pada lokasi khusus media belajar rambu-rambu lalu lintas, telah disiapkan alat-alat peraga untuk memudahkan. Keselamatan bagi diri mereka jika nanti sudah mendapatkan surat-surat berkendara adalah ide utama materi. Selang satu jam, tak disangka, stamina mereka sama sekali tidak habis hingga akhir pemaparan materi. Mungkin, ini dipicu oleh souvenir bagi siapapun yang dapat menjawab pertanyaan kuis dari pemateri. 

 

Cooking competition dilaksanakan tepat selepasnya. Seluruh kelompok harus bergegas mengumpulkan alat dan bahan untuk menghias donat polos yang panitia sediakan. Tentu kita akan berpikir bahwa peserta putri akan mengungguli karya putra, namun kenyataannya banyak juga hasil hiasan kelompok putra yang bersaing. Dari dua pasang donat yang disiapkan, salah satunya menjadi tampilan yang dinilai. Selebihnya, donat yang tak dinilai menjadi santapan para peserta. Uniknya, ada beberapa anggota kelompok putra yang mengaku (red: takut) sakit gigi sesaat sebelum menyantap. Alhasil sisa donatnya disimpan di barak untuk dimakan kemudian. Kelompok “Butterfly” memenangkan kompetisi.

 

Waktu santap siang termasuk waktu yang sangat ditunggu para peserta. Alhamdulillah panitia memutuskan untuk meng-”impor” para ibu chef langsung dari ibunda dari ibu kepala sekolah, Ibu Kus bersama tim untuk berada di belakang kompor. Bahan-bahan makanan yang digotong ke aula bawah tak sia-sia. Semua daging, susu coklat, sayuran, buah-buahan, dan galon air dimanfaatkan dengan maksimal. Sayangnya, tidak semua anak bersedia “mengubah karakternya” untuk sesekali memakan sayuran.

 Shalat fardhu yang spesial saat itu menyajikan pemandangan yang agak beda. Jika biasanya anak-anak bersiap berdiri di belakang imam saat waktu dzuhur di area sekolah dengan sedikit bercanda, saat di MLC, tidak terlalu berisik persiapan mereka sebelum waktu shalat. Mungkin faktornya selain bahwa itu dilakukan pada situasi dan waktu berbeda (seperti isya), mereka mulai merefleksikan perubahan mereka dibandingkan saat mereka kelas satu.

Seluruh barang-barang peserta telah ditempatkan di dalam barak, sesuai dengan lokasi masing-masing kelompok yang telah dipilih. Dua buah tikar yang mereka bawa sengaja diletakkan pada posisi yang memungkinkan seluruh anggota kelompoknya berbaring. Konflik antar anggota pun tak bisa dihindarkan mengingat masing-masing anak memiliki posisi favoritnya.

Langit mendung. Seluruh bayangan tentang tidur yang nyenyak pada suhu luar ruangan yang nyaman raib seketika. Ustadz Mariyadi menginstruksikan baik peserta maupun panitia agar mengevakuasi seluruh barangnya kembali ke aula. Pekerjaan yang menguras tenaga dan emosi ini wajib dilakukan untuk menghindari rembesan air dari pinggiran barak. Kedua barak diperintahkan hal yang sama sekalipun pada tenda putrilah rembesan air terbilang sangat banyak. Sembari peserta mengisi lembar amalan dan mengikuti kegiatan lain, sebagian ustadz mesti memanggul partisi panggung yang nantinya menjadi alas untuk tikar saat hujan turun. 

Allah begitu sayang pada kami. Hujan mereda setelah kurang lebih 60 menit. Akhirnya barang-barang peserta dapat dikembalikan ke barak untuk persiapan-persiapan istirahat malam. Dalam waktu yang bersamaan, lampu-lampu dinyalakan oleh Ustadz Maryanto dengan bantuan Pak Anta, suami dari ibu kepala yang sempat berkunjung. Lantai rumput yang tadinya basah dapat diantisipasi dengan sempurna melalui panggung rendah yang portabel. Malam pun berangsur-angsur datang, namun ini bukan saatnya istirahat.

 

Bada Isya seluruh peserta mesti mempersiapkan diri untuk kegiatan malam yang khas seantero negeri: jurit malam. Walaupun tidak terlalu larut, namun rasa kantuk anak-anak terpaksa harus dilawan dengan mempersiapkan alat penerangan dan jaket. Setelah berbaris, mereka harus menunggu giliran panggil dengan menjawab kuis dari Ustadzah Fitri. Satu persatu kelompok berangkat ke pos-pos yang telah disiapkan.

Malam yang mencekam pada suasana yang asing menjadi pemanis jurit malam ini. Pos-pos yang Ustadz Bondan set di area camping juga telah diisi oleh panitia yang memiliki konsep masing-masing dari mulai perenungan tentang lingkungan di luar diri mereka, hingga tentang ketelitian. Ternyata, mencari tanda jalan berupa potongan kertas warna adalah tantangan tersendiri bagi mereka. Dari jalur terpendek yang mungkin ditempuh jika diukur oleh panitia, sebagian besar peserta keluar jalur ini. Tentu itu dilakukan untuk menghabisi rasa penasaran mereka ketika mencari tanda. Dan, sampailah mereka pada pos terakhir dimana mereka harus memainkan game yang telah disediakan.

 

Akhirnya, kayu bakar yang telah dibawa dapat digunakan dengan semestinya. Api unggun dinyalakan untuk menerangi area kemah yang telah dilingkari oleh deretan kursi plastik. Hangatnya terasa hingga tepi kerumunan peserta, menambah semangat mereka untuk segera mempersiapkan penampilan.

 

Satu persatu kelompok mengekspresikan karya seninya. Ada kelompok telah bersiap dengan tiara yang dirangkai dengan bunga. Dua kelompok kompak menyakukan pistol tiruannya; selayaknya gerombolan mafia yang akan berpapasan dengan pasukan yang akan melawan kompeni. Sebagian lain sibuk berdeham karena akan bernyanyi ansambel.Di lain sisi kerumunan ada yang akan segera menyajikan musikalisasi puisi yang memukau. Kelompok “Scorpio” sibuk memanggil salah satu anggotanya yang mesti berganti kostum ke kamar mandi. Usut punya usut, ternyata kostum yang dipakai adalah kostum yang menyerupai aktor Onny Syahrial pada serial “Tuyul & Mbak Yul”-nya. Sungguh, ananda Izza punya nyali yang melebihi siapapun untuk berani tampil seperti demikian. Penampilan mereka pun ditutup dengan sebuah lagu serenata kehormatan bagi para guru. Ustadzah Andini beserta seluruh guru memenuhi wajahnya dengan keceriaan menandai bagusnya penampilan para murid.

 

Hanya tiga jam waktu yang mereka punya untuk tidur. Tak ada waktu untuk berebut tempat tidur karena mereka harus segera memejamkan mata. Sebagaimana pengalaman kita bahwa selalu ada jarak waktu yang cukup lama agar seisi barak menjadi sunyi. Hujan gerimis membisu; gelap malam menyelimuti; bulu mata para guru bertemu; tibalah waktu istirahat bagi kami semua.

Paruh II

Kaliurang, 20/01/2023

Jadwal tahajud disambut dengan rengekan anak-anak yang emoh bergegas. Kejutannya adalah justru cukup banyak peserta yang sigap. Mereka membersihkan mulut, berwudlu, dan menenteng alat shalat untuk digunakan di aula. Pemandangan Ustadz Amin berdiri memimpin di depan para murid yang agak mengantuk sebanyak 11 rakaat menggambarkan sebuah memori yang sulit dilupakan bagi para manusia kecil berumur 10 tahunan itu.

Subuh tiba dan ditutup dengan sajian “kultum” dari mereka yang belum mendapat giliran. Walaupun kurang kondusif karena semua peserta “kultum” berpidato secara bersamaan bagi kelompoknya masing-masing, para peserta tetap mendapatkan paraf spesial dari guru-guru ISMUBA atas usahanya. Selepas itu, beberapa peserta yang sempat berpapasan dengan anak-anak penduduk di area camping di hari Kamis telah menandai genangan air yang potensial diambili ikan kecil. Dibandingkan mandi dan minum susu, mencari ikan kecil adalah prioritas bagi ananda Dimas. Tak ada jalan lain; kegiatan pun masih harus dilanjutkan.

 

Hasrat mereka akan tikar yang keras dan hangat pada waktu bada subuh mau tak mau harus dilawan dengan kegiatan senam pagi yang langsung dipimpin oleh Ustadzah Fika. Sebagai keahlian beliau, kegiatan olahraga sanggup mengonversi kebutuhan biologis mereka untuk bersantai menjadi energi tambahan untuk acara outbond setelah sarapan.

 

Sebelum acara yang mereka tunggu, mereka dimobilisasi untuk menggunakan alat kebersihannya untuk membersihkan masjid dekat lokasi parkir truk saat kedatangan. Masing-masing anak mengambil perannya sendiri untuk memanfaatkan ladang amal di hari yang penuh keberkahan itu.

Secara alami mereka mencoba menerka kegiatan outbond seperti apa, dengan cara melihat-lihat apa yang panitia lakukan. Outbond ini terdiri dari gim memindahkan bubuk bedak dari piring ke piring di belakangnya dengan bimbingan Ustadzah Rina & Wulan; estafet karet bersama Ustadzah Nuzul & Ami; lempar air oleh Ustadz Rizki dan Ustadzah Erlina; estafet balon dengan Ustadzah Andini; gim mengangkat ember berisi air dengan kaki bersama Ustadz Wahyu; Sandal Buta oleh Ustadzah Fitri & Denok; dan battle halang rintang susur sungai oleh squad Ustadz Ridwan. Gim susur sungai sanggup memegang predikat puncak outbond, karena setelahnya Ustadz Mariyadi membolehkan anak bermain air.

 

Kini, langit bada Jumat bersedih karena seluruh panitia dan peserta mulai merapikan barang-barangnya untuk dibawa pulang. Dibekali oleh amanat dari Ustadz Aris Madani, S.PdI yang mengakui kepemimpinan diri anak-anak, upacara penutupan MLC pertama bagi SD Mujonta pun selesai. Tangis langit yang semakin deras memaksa kami untuk menembus hujan untuk segera mengevakuasi diri ke kendaraan untuk pulang.

Sesampainya di jalan Jogokariyan, mungkin hanya kelelahan-lah oleh-oleh yang kami bawa pulang. Seketika raut wajah dan perilaku anak-anak kembali pada kemanjaan yang khas di depan orang tuanya. Satu demi satu anak dijemput untuk pulang. Sekolah pun kembali sepi untuk menyambut libur panjang. Mujonta Leadership Camp mungkin telah berakhir, namun hari itulah lahir para champion yang telah siap ditagih kepemimpinannya.

***

Seekor ikan yang pernah sembunyi diantara rerumputan yang tenggelam dalam air pegunungan dibawa pulang oleh ananda Dimas di dalam plastik bening. Kami memindahkan sang ikan pada botol yang layak untuk kemudian dikembalikan padanya di hari selasa. Anda mesti lihat wajah anak itu saat kami amanahkan ikan kembali ke tangannya. (amhxr, Fitri, Wahyu, foto: Risky)

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya

Tunjukkan Gayamu!

Ada yang spesial pada akhir Tahun Ajaran ini. Ahad (18/6), Monumen Serangan Umum 1 Maret diramaikan dengan serangkaian kegiatan Gelar Karya "P5". Penampilan siswa kelas I-V, gerai-gerai

22/06/2023 10:08 - Oleh Administrator

Live: Gayamu 2023

Saksikanlah rekaman kegiatan kami pada hari Ahad kemarin pada video di bawah ini

20/06/2023 14:43 - Oleh Administrator